Di sebuah kandang yang berada di ladang pak Pinem terdapat kandang ayam yang berpenghuni ayam dan bebek. Letak ladang ini jauh dari desa. Sore itu hujan turun dengan derasnya sesekali terdengar bunyi petir keras dan cahaya kilat yang menyilaukan. Semua penghuni meringkuk diatas jerami kering dan menutup matanya. Tak seekorpun ayam yang berani bertengger diatas balok atas kandang. Beberapa anak ayam bersembunyi masuk ke bawah badan induknya. Malam mulai terasa dingin dan hening.
"Tak adakah makanan disini?" teriak si gendut tikus di atas balokkan kandang.
"Gendut jangan coba-coba ambil telurku ya." teriak induk ayam dengan cepat memasukkan telur yang keluar dari bawah perutnya. Mata sang induk menyipit tajam melihat air liur si Gendut.
"Aku tidak kuat lagi menahan lapar sudah dua hari hujan tak hentinya." seru Gendut berguling-guling menegang perutnya.
"Kwek.. Kwek.. Kami juga lapar," teriak bebek-bebek yang berkumpul di samping jerami. Selama hujan turun pak Pinem belum ada ke kandang memberi mereka makan.
Mereka hanya bisa mengais sisa-sisa dedak dan jagung yang berserak di dalam kandang.
"Ciit.. Cit.. Cit.. Ibu kami juga lapar, " tangis anak-anak ayam.
"Hitam bisakah kau keluar memberitahu pak Pinem?" seru induk ayam. Hitam adalah ayam jago yang besar dan kuat. Bila ia berkokok suaranya terdengar keras dan menggelegar di udara pagi hari.
"Hmm... hmm.. Kalau aku keluar dari kandang ini siapa yang akan jaga kalian?" serunya sambil membusungkan dadanya.
"Iya jangan keluar kita juga harus waspada dengan musang. Dia akan memakan telurku lagi," isak seekor ayam betina.
"Meji lebih baik kau saja yang pergi," kata si Hitam.
Meji melihat tatapan semua penghuni kandang ke arahnya. Selama ini dia takut pergi jauh dari kandang karena berbeda dengan yang lain. Meji tidak punya ekor layaknya ayam jago. Ini membuat dia jadi bahan ledekan temannya. Meji tertunduk, "Baiklah, "lirihnya pelan Dia menunduk dan berjalan perlahan.
"Kwek..Kwek..aku ikut," seru Beky si bebek dengan badannya yang gempal.
"Tunggu, daripada aku mati kelaparan lebih baik aku ikut kalian, " lompat si gendut turun dari atas.
Mereka membuka pintu kandang, angin kencang menerpa tubuh mereka.
"Iiiihhh... dinginnya," si Gendut melompat ke atas badan Beky.
Meji memberanikan diri melangkahkan kakinya ke atas genangan air. Terlihat disekitar kandang penuh air menggenang. Perlahan mereka berjalan diantara rumput basah. Pandangan mereka terhalang dengan derasnya hujan dan suasana gelap. Kandang ini terletak di tengah ladang jagung dan kemiri. Sedangkan rumah pak Pinem berada di desa.
"Duuaaarrr.. Kkrreeekkk.." terdengar suara keras dari arah atas pohon kemiri.
"Awaaasss!!!" teriak Meji melompat ke samping menghindari dahan yang jatuh dari atas.
"Maakkkk!!!" teriak Gendut melompat.
"Kwweekkk!!!" pekik Beky mengepakkan sayapnya ke arah Meji.
"Teman-teman kita harus waspada," bisik Meji. Mereka mengangguk setuju.
"Tunggu dulu apa kalian dengar itu?" tanya Gendut memegang leher Beky.
"Grrr... grrr.. " terlihat sepasang mata merah di balik semak-semak makin dekat. Mereka berjalan mundur, Meji membentangkan sayapnya melindungi temannya. Kakinya mulai gemetar melihat deretan gigi putih tajam menyerigai.
"Guk.. Guk.. Apa yang kalian lakukan disini! Hah! Mau kabur ya!" teriak Denki.
Mereka kaget ternyata si Denki anjing coklat penjaga ladang itu.
"Hey kau menakuti kami!" teriak si Gendut mengepalkan tangannya ke arah Denki. Denki membuka mulutnya mengeretakkan giginya "Aarghh... aaargghh.."
"Stop.. Jangan bercanda," sayap Meji menahan kepala Denki yang hampir menggigit si Gendut.
"Kami mau ke rumah pak Pinem. Sudah dua hari kami tidak makan" kata Beky.
"Kalian tidak bisa ke desa. Saat ini desa banjir, air sungai meluap. Karna kita di ladang lebih tinggi dari desa kita lebih aman," jelas si Denki.
Mereka menunduk mengingat teman-temannya di kandang yang kelaparan.
"Apa yang harus kita lakukan? Perutku lapar sekali," lirih si Gendut sambil mengenduskan hidungnya ke atas mencari bau makanan.
"Denki, kita harus ke ladang jagung yang diatas bukit. Disana banyak jagung tua," kata Meji menunjuk ke arah puncak bukit.
"Hmm.. Hujan seperti ini pastilah licin. Apa kita mampu berjalan ke atas?" Denki mengeryitkan dahinya dan menatap tajam ke arah bukit.
"Tidak.. tidak.. Kita tidak boleh kesana. Itu dekat hujan pasti banyak musang bersembunyi," seru Beky berjalan ke belakang Denki. Mereka memandang ke atas bukit ladang jagung yang luas. Sesekali diterangi cahaya kilat di langit membuat bukit itu terlihat suram menakutkan. Mereka saling berpandangan dan Denki mendorong badan Meji ke depan dengan tangannya.
"Kau pemimpinnya kan?" bisik Denki. Meji menelan ludah berusaha menggumpulkan keberaniannya.
"Jagung manis tunggu kamu, let's go! Teman-teman." teriak si gendut sambil membayangkan manisnya butiran jagung. Si Gendut melompat hilang diantara semak-semak.
"Hey, kita jalan bersama-sama," Teriak Meji.
Mereka terus berjalan naik ke atas bukit, sesekali mereka terhenti mendengar suara kilat yang menggelegar. Tiba-tiba si gendut lari ke bawah.
"Awas longsor ayo ke arah sana," teriak si gendut. Mereka terkejut dengan berlari cepat mengikuti si Gendut naik ke atas dahan bawah pohon kemiri yang melengkung rendah. Terlihat dari atas sebagian tanah dan rumput longsor ke bawah dengan suara keras.
"Sepertinya kita harus jalan memutar melewati ladang kemiri itu," bisik Meji. Mereka memandang ladang pohon kemiri yang besar dan remang-remang.
"Glek.. Aku ingin pulang..cit..cit.." teriak si Gendut melompat ke bawah. Dia terkejut karena ekornya di injak Denki membuat badannya bergelantungan.
"Sudah setengah jalan kita harus sampai ke puncak," bisik Denki melirik tajam ke Gendut.
"Ayo kawan," teriak Meji melompat dan berjalan perlahan ke tengah ladang kemiri.
"Wuusshh..." terdengar suara angin kencang diantara daun-daun menerpa badan mereka yang basah kuyup. Sesekali mereka mengibaskan badannya yang basah. Dari kejauhan mereka melihat sedikit cahaya.
"Stt... Sepertinya ada yang perhatikan kita," bisik Beki. Meji menggangguk sambil terus melangkah perlahan.
"Kukuk... Kuukk.." terdengar suara dari atas dahan.
"Wwhhoooaaaa...." terik mereka lari dengan kencang ke arah cahaya. Terdengar angin kencang dari belakang mereka.
"Tolong.. Tolong aku.. Lepaskan aku," si gendut meronta mencoba melepaskan diri dari cengkraman kuat burung hantu. Mereka berlari kencang berusaha menolong si Gendut.
"Aaarrgg... Guk... Gukk..." Dengan sigap Denki berlari kencang dan melompat ke arah burung hantu yang membuat si gendut terlepas dan terjatuh berguling-guling.
"Gendut..bangun.." teriak Beki.
"Ah..aku tak sanggup lagi" bisik Gendut lemas.
"Ayo sedikit lagi." kata Denki.
"Sedikit lagi?! Tak lihatkah kau aku hampir jadi santapannya!" teriak Gendut.
"Perutku lapar, badanku lemah, kakiku lemas cobalah kalian lihat.." seru si Gendut. Mereka diam meninggalkan si Gendut yang meringkuk di tanah.
"Hei, tunggu aku gaes !" teriak si Gendut.
Akhirnya mereka sampai di ladang jagung. Hujan sudah reda dan sinar bulan terlihat terang diantara deretan awan hitam. Dengan kencang si Gendut berlari ke arah jagung.
"Duh.." si Gendut merasakan kepalanya membentur sesuatu.
"Yammy malam ini kita makan enak," teriak musang menarik ekor si Gendut tinggi-tinggi.
"Hahaha banyak makanan malam ini.." tawa empat ekor musang sambil berjalan perlahan mengelilingi mereka.
"Grrr... Jangan coba-coba kalian ganggu kami," teriak Denki.
"Kwek.. Kwek. Tolong.. Tolong." Beki mengepakkan sayapnya mencoba terbang.
"Tolong jangan ganggu kami," seru Meji memohon.
"Teman-temanku hanya ingin mengambil jagung." seru Denki.
"Oh jagung? Boleh-boleh aja tapi dengan syarat temanmu harus tinggal." seru musang menyeringai terlihat gigi putihanya.
"Tidak bisa!!" salah satu musang melompat ke arah Beki. Dengan sigap Meji mematuk dan mencakar kepala musang itu. Musang yang lain mencoba membantu tapi dihalangi Denki yang menyalak keras.
Kedua musang itu perlahan mundur.
"Ayo kawan kita bawa saja tikus gendut ini," seru musang yang lainnya.
Tiba-tiba Meji terbang dengan kakinya mencakar ke arah musang itu hingga terjungkal. Si Gendut dengan sigap menggigit tangan musang hingga ekornya terlepas. Musang-musang itu pun lari ke dalam hutan.
"Hore.. Kita bebas, terima kasih gaes. Sekarang waktunya makan." pekik si Gendut melompat ke arah jagung besar. Giginya yang kuat dengan cepat memakan deretan biji jagung.
Meji dan Beki tersenyum dan mengambil buah jagung dan memakannya. Sedangkan Denki merebahkan badannya sambil berjaga-jaga.
Mereka terduduk kekenyangan. Si Gendut terlihat meringkuk dan memejamkan matanya dibawah kulit jagung.
"Kita harus cepat kembali ke kandang. Sebentar lagi matahari terbit." seru Meji.
"Bagaimana kita membawa jagung ini." tanya si Gendut.
Meji memandang sekitar dan dilihatnya ada tanaman keladi. Mereka memetik daun keladi untuk membungkus jagungnya. Lalu bungkusan itu diikat ke tangkai keladi.
"Hei ini buat apa?" tanya si Gendut.
"Kita akan meluncur turun," seru Meji tersenyum.
Mereka mulai duduk di atas masing- masing daun keladi dan meluncur ke bawah diatas tanah yang longsor.
"Yuhu... Ayo kita pulang," teriak Meji.
"Let's go gaes... Mak.. Aku pulang," teriak si Gendut meliuk-liukkan daun ke kanan kiri.
"Kwek..kwekk...." pekik Beki menyipitkan matanya.
"Hahaha..." tawa senang Dengki dengan menjulurkan lidahnya yang melambai terkena angin.
Tibanya mereka di bawah Meji melihat cahaya sinar matahari. Dia melompat ke atas batu besar dengan tegap dia membusungkan dadanya dan mengepak-ngepakkan sayapnya mengarah ke matahari.
"Kukuruyukk... kukuruyuk ..kuukuruyukk.. " Meji berkokok dengan lantang. Ini kali pertama dia berkokok pagi hari.
Mendengar suara kokok Meji, semua penghuni kandang berhambur lari ke luar mencari suara Meji.
"Terima kasih Meji," seru induk ayam.
"Kwekk.. Wah jagungnya banyak. Terima kasih Meni," teriak bebek bergantian.
"Cit..cit.. Kamu adalah pahlawan kami," tawa anak-anak ayam melompat senang ke arah Meji.
"Terima kasih Meji, maaf selama ini kami mengejekmu. Ternyata kamu ayam jago pemberani," kata Hitam. Meji tersenyum senang.
"Ok, gaes yang mau mendengarkan perjalanan cerita kami silahkan mendekat." teriak si Gendut. Anak-anak ayam dan bebek datang berkerumun di sekitar si Gendut.
Cahaya matahari mulai bersinar terang, dari kejauhan terlihat di atas ladang jagung membentang warna pelangi yang indah. Meji senang walaupun dia berbeda tapi dirinya bisa berguna bagi teman-temannya.
***
KOLABORASI DONGENG
1. DEA FELINA
https://ceritaceriadinara.blogspot.com/2020/11/bil-dan-bul-hidup-itu-anugerah.html?m=1https://dee-arnetta.blogspot.com/2020/12/petualangan-di-hutan-ajaib.html?m=1
https://dee-arnetta.blogspot.com/2020/12/petualangan-di-hutan-ajaib-end.html?m=1
02. ANASTASIA
https://anastasialovich.blogspot.com/2020/12/misteri-patung-menangis-di-kerajaan.html?m=1
03. DELIA
https://deliaswitlof.blogspot.com/2020/12/putri-mirela.html?m=1
04. ARDHIANA
https://ceritaceriadinara.blogspot.com/2020/11/bil-dan-bul-hidup-itu-anugerah.html?m=1
05. Idah Ernawati
https://terpakukilaukata.blogspot.com/2020/12/omong-omong-di-belakang.html?m=1
06. Ira barus
https://menjile.blogspot.com/2020/12/meji-si-jago-tak-berekor.html
07. Mariana
https://cemplungable.blogspot.com/2020/12/si-cantik-yang-sombong-dan-serakah.html
Mantapp..kayaknya aku tau Pak Pinem itu.😂😂😂
BalasHapusWah seru ceritanya.Asik. Aku suka.
BalasHapusSukaa. Btw,Mba. Link tidak bisa dibuka. Jangan lupa sebelum paste, click tanda seperti rantai. Nanti baru apply link-nya. Tolong diubah ya. Makaskh
BalasHapusHahahahhahaha suka ceritanya. Membangun imajinasi nih. Tengkyu untuk dongeng kerennya mba
BalasHapusSi Meji Keren deh, si Gendut juga lucu.
BalasHapusMantap,ada pelihara ayam ya mbak ? Mana tau idenya muncul setelah lihat peliharaannya ^^
BalasHapusTest
BalasHapus