Pengikut

Lani

     Sore itu Lani berada di hutan seperti biasa mengumpulkan ranting-ranting pohon di hutan. Terdengar teriakan memanggil namanya, "Lani, dimana kau?" 

        Lani menoleh kebelakang dilihatnya bibiknya tertatih-tatih menaiki jalan hutan. "Ada apa bik" tanyanya heran

"Cepatlah pulang, kakakmu sudah mau melahirkan." Seru bibiknya terduduk dengan nafas tersengal menahan letih. 

       Dengan cepat Lani berlari menelusuri jalan mengikuti serpihan ranting-ranting yang terhampar di sepanjang jalan setapak. Sesekali dia berhenti menarik nafas yang tersenggal. Peluhnya bergantian jatuh ke tanah. Tangannya gemetar menekan lututnya yang mulai terasa sakit. Matanya menyipit berusaha menembus diantara rimbunnya tanaman jagung. Ia mulai melangkahkan kakinya kembali berlari. Tangannya dengan cepat mengibaskan tanaman jagung yang menghambat jalannya. Tak terasa menetes air matanya di pipi, kembali muncul wajah ibunya yang tersenyum, "Aku tak boleh kehilangan kakak, cukup lah.." bisiknya dalam hati sambil menghapus air matanya. 

      Dari kejauhan dilihatnya rumah kecil berpapan tua yang tak beraturan. Beberapa ibu berdiri di depan rumahnya. Kakinya terasa tak bertenaga untuk melangkah kembali. Seorang ibu menangkapnya dan memeluknya erat. 

"Tidak.. tidak.." teriaknya mendorong badan ibu itu tapi tenaganya lemah. Lani merasa tubuhnya ringan di pelukan ibu itu. Dia menangis sekuat-kuatnya. Pandangannya kabur mendengar tangisan keras bayi yang keluar dari rumah kecil itu. 

      Sudah lewat sebulan peristiwa itu terjadi tapi masih terasa jelas diingatannya. Kakaknya yang sedang hamil tua harus bekerja di ladang untuk mendapatkan uang biaya operasi melahirkan. Uang kiriman suaminya yang merantau kerja ke kalimantan hanya cukup untuk makan sehari-hari. Iapun berusaha membantu kakaknya mengumpulkan uang dengan berjualan ranting kayu ke warung nasi. Ia tak ingin kakaknya seperti ibunya yang meninggal saat melahirkan adiknya. Tatapannya hampa memandang adik dan bayi mungil yang tertidur pulas. Kini, dia harus menghidupi adik dan bayi kakaknya di rumah kayu yang dingin. Ditariknya selimut menutupi badan kecil itu. Sambil tersenyum dia berbisik, "Tidurlah, aku ada bersamamu." Ia menepuk-nepuk pelan punggung sang bayi dan bersenandung lagu nina bobo. 

       

3 komentar: