Pengikut

Si hitam dan si belang

   


  Si belang dengan perlahan merangkak dengan tatapan matanya yang tajam dia melihat ke arah pinggiran sawah yg dipenuhi tanaman padi yang menguning. Tiba-tiba padi itu bergoyang-goyang dan terlihat moncong kecil menggendus-endus ke udara. Secepat kilat ia melompat tinggi mendaratkan cakar kakinya menangkap tubuh tikus kecil itu. Tikus kecil itu tak berdaya, kaki kecilnya bergerak berusaha melepaskan diri. Seharian ia menunggu mangsanya ini, "Yah tak apalah hari ini aku dapat yang kecil," bisiknya dalam hati. Ia langsung menggigit leher si tikus. 

     Dengan santai ia berjalan dengan menggigit tikus yang terlihat lemas. Di kejauhan terlihat si hitam yang sedang asyiknya menjilat tangannya. Dia memandang si belang yang mendekatinya. 

"Berapa lama kau dapat menangkapnya," seru si hitam sambil melirik tikus kecil di mulut si belang. Langkahnya terhenti dan menjatuhkan tikus kecil dari mulutnya. Melihat keadaan itu tikus merasa ada kesempatan baginya untuk melarikan diri. Tapi tiba-tiba terasa ekornya sakit, ia melihat kaki si belang menahan ujung ekornya. Si tikus merasa tidak berdaya dan terdiam pasrah. 

"Sepertinya kau sudah makan enak ya, dimana kau tangkap tikus?" tanya si belang.

"Tikus? Aku kurang suka tikus kurang mengenyangkan," sambil melirik anak tikus yang menangguk setuju dengan perkataannya. 

"Jadi kau makan burung?" tanya si belang lagi. 

"Burung? Capek nangkapnya," jawab si hitam. 

"Lalu apa? Ooh.. tong sampah bu Kris terbuka ya jdi kau makan sisa makanan di dalamnya." 

Si hitam menggelengkan kepala sambil mengusap-usap telinganya. 

"Jadi apa dong, kelihatannya yang kau makan enak," air liur si belang menetes jatuh ke kepala tikus kecil. Melihat itu tikus kecil mulai gemetar. 

"Ada keluarga yang baru pindah di ujung kompleks, orangnya baik sekali, dia menyiapkan ikan untuk kita makan," kata si hitam dengan membusungkan dadanya. 

"Wah, apakah ikannya banyak?" Tanya si belang dengan mata berbinar. 

"Yah, tentu saja, kalau kau mau bisa kuantarkan kesana," katanya sambil merebahkan badannya. 

"Mau, mau, mau, ayo kita kesana," seru belang dengan riang. 

"Bagaimana dengan tikusmu itu?" Tanya hitam sambil melihat mata tikus yang memelas. 

"Ah, kali ini dia ku lepas terlalu kurus untuk kumakan, besok dia gemuk akan kutangkap lagi," si belang mengangkat kakinya dan tikus itu melompat pergi dengan mengeluarkan suara kesal yang keras, "Ciitt.. cciittt..!!" 

Si hitam dan si belang tiba di gerbang rumah yang bertembok warna merah. Si hitam masuk melalui celah pagar yang rusak. Si belang mengikutinya dari belakang. Bau harum ikan goreng mulai tercium. Perut si belang mulai menjerit-jerit minta makan, hingga air liurnya menetes. Sesampainya di belakang dapur dengan cepat si hitam melompat ke atas jendela diikuti si belang. Mereka melihat banyaknya ikan goreng di atas piring. Dengan cepat mereka menggigit ikan itu. Tiba-tiba benda besar mendarat di samping piring ikan menimbulkan bunyi keras. Mereka terkejut hingga terlepas ikan di mulutnya dan berlari. 

"Hei kucing-kucing nakal, kamu ya yang tadi mencuri ikan," teriak perempuan gemuk sambil mengangkat sendok sayur yang panjang. 

   Dengan cepat mereka berlari keluar pagar. Naas, si hitam terjatuh ke got badannya basah kuyup dengan kotornya air got. Si belang menghentikan larinya dan bersembunyi di balik pohon dekat got sambil melihat si hitam. 

   Kakinya gemetar dan nafasnya tersenggal-senggal. Pelan-pelan dia jalan ke arah got dan dilihatnya si hitam berusaha melompat dan manjat ke atas. Akhirnya si hitam berhasil keluar dari got tapi kaki kirinya terkilir akibat terjatuh tadi. Dengan kesal si hitam menggerutu, "Sial sekali aku, tadi pagi tidak ada apa aku ambil ikannya, kenapa sekarang tidak boleh." 

    "Kamu tau itu tadi kita mencuri ikan bukannya disediakan untuk kita," kata si belang sambil berlalu pergi. Ia merasa kesal melihat si hitam. Terdengar perutnya mulai berteriak lapar. Teringat ia dengan tikus kecil yang lezat tadi. Ia menghela nafas menyesal telah melepaskan tikus tadi. 

"Hei, tunggu aku," teriak si hitam berjalan terpincang-pincang. Si belang tak menghiraukannya. Ia berlari ke arah sawah berharap bisa menangkap seekor tikus untuk disantapnya malam ini. 

     Si hitam tertunduk mengingat harumnya aroma ikan goreng yang menggodanya membuatnya lupa segalanya. Ia mengikuti naluri laparnya tanpa berpikir lebih jauh kalau tindakan itu adalah mencuri. Ia mendapat ganjarannya kakinya terasa sakit sekali. Mungkin kalau tadi dia bersabar menunggu pasti tulang-tulang ikan itu bisa didapatnya di tempat sampah. Hari mulai sore, badannya yang basah mulai terasa menggigil. Ia melihat kardus kosong dekat rumput dan merebahkan badannya untuk istirahat. 


3 komentar:

  1. Edukatif, terasa akrab dialog mereka, mbak 😊

    BalasHapus
  2. huhu.. sedih kalau mikirin kucing liar. Lanjutin dong ceritanya, biar happy ending :D

    BalasHapus